Minggu, 20 Februari 2011

Menulis itu Tidak Sulit



Oleh : Romi Maradona

Dalam sebuah pertemuan di palembang, seorang mahasiswa pernah bertanya kepada saya. Apakah menulis itu sulit? Pada kesempatan lain di acara berbeda, saya juga mendapat pertanyaan serupa Apakah menulis itu susah?
Banyak orang mengangap menulis adalah momok. Untuk bisa menulis seorang harus paham dulu teori tentang penulisan. Tanpa itu sebuah tulisan dianggap tidak sah. Akibatnya, orang tidak pernah mau mulai untuk menulis. Sehingga, ia tidak pernah bisa menjadi seorang penulis.
Benarkah menulis itu sulit? Arswendo Atmowiloto, seorang penulis terkenal membuat sebuah buku yang berjudul Mengarang itu Gampang (Gramedia, 1982). Josip Novakovich, seorang penulis asal Kroasia yang pernah menyabet sejumlah penghargaan kepenulisan fiksi di Amerika Serikat (AS) juga menyatakan, “Duduk dan lakukan.”
Dua penulis terkenal itu sebenarnya ingin mengatakan bahwa menulis itu tidaklah sulit. Dengan kata lain, mereka ingin mengatakan bahwa menulis itu gampang. Sama gampangnya dengan berbicara. Setiap kita pastilah bisa berbicara. Begitu pulalah menulis: gampang seperti berbicara.
Kalau menulis itu gampang, pertanyaanya kemudian adalah kenapa kita tidak bisa juga menulis? Kebanyakan dari kita berpikiran sekali menulis langsung jadi. Bahkan, mungkin juga ada yang berpikiran sekali menulis langsung bisa dimuat surat kabar. Langsung bisa dapat hasil, uang, ketenaran dan lainnya.
Menelurkan sebuah tulisan yang bagus tentu saja membutuhkan proses. Menjadi seorang penulis kawakan juga tidak datang secara tiba-tiba, tapi melewati waktu dan proses panjang. Novakovich, seorang penulis yang tersohor dan pernah memperoleh penghargaan penulisan fiksi memulai karirnya dengan menulis ratusan halaman apa pun yang dia pikirkan, tanpa peduli apakah tulisannya runut, indah, terstruktur.
Tapi lama-kelamaan tulisannya makin bermutu. Dengan banyak latihan, ia juga berhasil menemukan dan mengembangkan tulisan sesuai dengan gaya dan karakternya sendiri. Tinggal tunggu waktu, ia pun kemudian menjadi penulis kawakan yang terkenal ke seantero jagad ini.
Jadi, teori menulis itu tidak dibutuhkan. Kesimpulan itu juga terlalu berani. Memahami teori menulis perlu, tapi itu tidak mutlak. Bukan sebagai pembenaran. Tidak sedikit penulis kawakan berangkat bukan dari teori menulis. Mereka mengerti teknik menulis justru secara otodidak.
Sementara itu, teori menulis berfungsi sebagai penunjang mereka dalam menulis. Dengan memahami seluk-beluk teori menulis, para penulis bisa menilai kualitas tulisan mereka sendiri. Apakah tulisannya itu berbobot atau sebaiknya. Pengetahuan teori menulis juga dapat membuat diri kita PD (percaya diri) dalam menulis.
Berbedakah antara menulis fiksi dengan menulis berita? Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara keduanya. Meskipun bukan berarti tidak ada perbedaanya. Menulis berita terkait erat dengan nilai berita. Nilai berita inilah yang mendasari pelaporan sebuah berita.

Piramida Terbalik
Wartawan menuliskan berita melalui teknik penulisan tertentu. Teknik penulisan Piramida Terbalik adalah yang lazim dipakai para wartawan untuk menuliskan sebuah peristiwa. Teknik penulisan ini menempatkan informasi penting pada bagian atas (awal) tulisan. Selanjutnya, semakin ke bawah berisi informasi yang semakin tidak penting.
Septiawan Santana K mengatakan, karena bentuk Piramida Terbalik yang mengerucut ke bawah membuat wartawan harus memilah-milah isi tulisannya. “Bagian yang paling atas berisi isi berita (summary statemen). Baru setelah itu dilanjutkan dnegan penjelasan. Yakni, pengembangan detil-detil, fakta-fakta dan hal-hal lainnya. isi berita ditekankan pada bagian awal tulisan. Semakin ke bawah sampai akhir, berisi informasi yang tidak terlalu penting,” demikian tulis Santana, seperti dikutip dalam bukunya yang berjudul Jurnalisme Kontemporer.
Menurut Friedlander dan Lee, seperti dikutip Santana dalam bukunya tersebut, ada dua kelebihan teknik penulisan Piramida Terbalik ini. Pertama, para pembaca dapat segera mengetahui isi berita dengan membaca lead dan beberapa paragraf awal tulisan. Kedua, memudahkan redaktur memotong berita yang terlalu panjang, terutama di bagian bawah tulisan karena berisi materi yang tidak terlalu penting.

Membaca dan Segera Menulis
Akhir cerita, tidak ada seorang penulis pun menjadi hebat karena teori. Membaca dan segera menulis adalah langkah awal Anda untuk menjadi penulis. Membaca ibarat pelor bagi penulis. Dengan sering membaca berbagai informasi membuat tulisan Anda bermutu, informatif dan menarik yang tentu akan dinanti para pembaca.
Langkah berikutnya segera saja menulis apa pun yang melintas di benak Anda. Jangan pernah takut salah, tidak urut, tidak enak dibaca dan lainnya dalam menulis. Tuliskan apa saja yang Anda ingin tuliskan. Kuntowijoyo, seorang budayawan besar Indonesia pernah berkata hanya ada tiga cara untuk menjadi penulis, yaitu: menulis, menulis dan menulis. Selamat menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar